![]() |
| Ada tiga prioritas yang dikembangkan BPOM sesuai rencana aksi tindak lanjut Inpres 6/2016: Pengembangan bahan baku obat, produk biologi, dan Fitofarmaka, |
JamuDigital.Com- MEDIA JAMU, NOMOR SATU. Badan POM telah melakukan serangkaian langkah sesuai dengan tupoksinya, agar inovasi herbal Indonesia dapat segera menjadi alternatif didalam kemandirian kesehatan nasional.
Langkah-langkah untuk mendukung inovasi obat herbal, telah dilakukan oleh Badan POM. Hal ini, diungkapkan oleh apt. Dra. Reri Indriani, M.Si, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik Badan POM saat memaparkan makalahnya "Herbal Untuk Kemandirian Kesehatan Nasional", pada Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IAI, 26 Agustus 2021.
Disebutkan sejumlah Regulasi dan Kajian Mendukung Inovasi Obat Herbal, yaitu:
- Perizinan Berusaha: PerBan No.10 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Obat dan Makanan
- Pelayanan Publik: PerBan No.27 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Publik di Lingkungan Badan POM
- Registrasi: PerkaBPOM No.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tatalaksana Pendaftaran OT, OHT dan FF
- Mutu: PerBan No.32 Tahun 2019 tentang Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat Tradisional
- Uji Toksisitas: PerkaBPOM No.7 Tahun 2014 tentang Pedoman Uji Toksisitas Non Klinik Secara In Vivo
- Uji Farmako dinamik: PerBan No.18 Tahun 2021 tentang Pedoman Uji Farmakodinamik Praklinik Obat Tradisional
- Uji Klinik: PerkaBPOM No.21 Tahun 2015 tentang Tata Laksana Persetujuan Uji Klinik
- MESOT: PerBan No.4 Tahun 2021 tentang Mekanisme Monitoring Efek Sampaing Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan
Pengawalan dan Percepatan Riset Hilirisasi Penelitian Herbal. Tugas BPOM dalam melaksanakan INPRES 6 TAHUN 2016: Instruksi Presiden No. 6 tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.
"Ada 3 (tiga) prioritas yang akan dikembangkan BPOM sejalan dengan rencana aksi tindak lanjut Inpres 6/2016, yaitu: Pengembangan bahan baku obat, produk biologi, dan Fitofarmaka," jelas Reri Indriani.
Sedangkan percepatan riset pada saat pandemi COVID-19, ditetapkan melalui: Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.02.02.1.4.12.20.1416 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional Selama Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) tanggal 29 Desember 2020.
Uji Pra Klinik pada hewan coba: Khusus saat pandemi COVID-19, untuk produk-produk Jamu yang empiris dan sudah memiliki NIE, serta klaimnya sejalan dengan penanganan COVID-19, uji pra klinik tidak perlu dilakukan selama ada bukti keamanan produk tersebut. Dosis uji pada manusia, dapat menggunakan dosis pada penggunaan empiris, lanjut Reri Indriani.
Sedangkan pada Uji Klinik: Fase I dapat tidak dilakukan bila berasal dari jamu empiris dan/atau profil keamanan dan manfaat pada hewan coba sudah sesuai, dan Fase II dan III dapat digabung (perlu pencermatan case by case).
Kriteria: 1. Produk uji klinik diutamakan menggunakan bahan baku yang berasal dari atau tumbuh dan dibudidayakan di Indonesia, 2. selain bahan baku pada angka satu, bahan baku yang sudah digunakan ratusan tahun oleh nenek moyang namun tidak dapat tumbuh di Indonesia dapat digunakan sebagai bahan baku untuk produk uji klinik, 3. Klaim sebagai adjuvant atau komplementer pada pengobatan COVID-19, 4. Selain harus memenuhi ketentuan dalam Petunjuk Teknis Pelaksanaan Uji Klinik, pelaksanaan uji klinik juga harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang uji klinik.
- Berita Terkait: Langkah Strategis Badan POM Melindungi Konsumen Herbal di Indonesia
- Berita Terkait: Pasar Fitofarmaka Perlu Disiapkan. Kemkes Susun Fornas Fitofarmaka
- Berita Terkait: Badan POM Dukung Penuh OMAI FITOFARMAKA Masuk JKN
TANTANGAN, STRATEGI UJI KLINIK OBAT MODERN ASLI INDONESIA (OMAI) & PERAN BADAN POM PADA PENGEMBANGAN OMAI
Tantangan Uji Klinik OMAI:
- Kurangnya kesiapan serta pemahaman peneliti dan site penelitian untuk melaksanakan uji klinik sesuai dengan standar Good Clinical Practice (GCP)/Cara Uji Klinik yang Baik
- Adanya regulasi terkait pelayanan kesehatan yang tidak dapat mengakomodir pasien sebagai subjek penelitian uji klinik
- Terbatasnya fasilitas yang dimiliki RS/site uji baik untuk laboratorium, sarana perawatan, dll
- Data uji praklinik tidak sejalan dengan uji klinik yang akan dilakukan
Strategi:
- Dukungan pada Prioritas Riset Nasional (PRN) OHT Fitofarmaka WBS 9 melalui penyusunan Regulasi dan Pendampingan Penelitian uji praklinik dan uji klinik
- Mendorong revisi Permenkes No. 54 Tahun 2018 tentang Penyusunan dan Penerapan Formularium Nasional (Fornas) dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan agar OMAI masuk ke dalam Fornas
- Terlibat dalam tim penyusunan Formularium Fitofarmaka
Peran Badan POM pada pengembangan OMAI:
- Pendampingan penyusunan protokol uji dan pendampingan pelaksanaan uji
- Pendampingan dalam rangka pengajuan proposal pendanaan penelitian melalui BRIN, LPDP
- Penyusunan/revisi pedoman/regulasi terkait Uji Klinik dan Uji praklinik obat herbal
- Usulan jasa evaluasi permohonan persetujuan uji praklinik atau uji klinik dikenakan tarif PNBP sebesar Rp. 0,00 (nol rupiah) dalam hal uji praklinik atau uji klinik didanai oleh pemerintah
- Pelatihan Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) bagi peneliti, Workshop. Redaksi JamuDigital.Com









