Pasar Fitofarmaka Perlu Disiapkan. Kemkes Susun Fornas Fitofarmaka
Tanggal Posting : Minggu, 27 Juni 2021 | 05:15
Liputan : Redaksi JamuDigital.Com - Dibaca : 1310 Kali
Pasar Fitofarmaka Perlu Disiapkan. Kemkes Susun Fornas Fitofarmaka
Jangan hanya ada didalam lemari hasil penelitian-penelitian itu, karena biaya penelitian itu mahal. Terus kemudian tidak dimanfaatkan hasil penelitian itu.

JamuDigital.Com- MEDIA JAMU, NOMOR SATU. "Yang harus kita lakukan adalah bagaimana mnyiapkan pasar Fitofarmaka. Ketika kita sudah menyiapkan pasar Fitofarmaka, maka industrinya akan tumbuh. Untuk itu, Kementerian Kesehatan mendukung, agar Fitofarmaka menjadi salah satu pengobatan di pelayanan kesehatan.

Dan saya sampaikan juga, saat ini Kementerian Kesehatan sedang menyusun Fornas Khusus Fitofarmaka. Itu yang masuk dalam Formularium Nasional tersebut yaitu Fitofarmaka yang memiliki izin edar dari Badan POM," kata Arianti Anaya, Plt. Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI.

Demikian dia jelaskan pada saat menjadi pembicara ’Dialog Nasional Kiprah 17 Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) Fitofarmaka,’ Kamis, 24 Juni 2021- diselenggarakan oleh Tempo Media. Acara dipandu oleh Budi Setyarso, Pemimpin Redaksi Koran Tempo.

Kegiatan ini menampilkan para Narasumber:

  • Aris Djunaidi, Direktur Pembelajaran dan Kemendikbudristek RI.
  • Arianti Anaya, Plt. Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI.
  • Reri Indriani, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik Badan POM RI.
  • Melkiades Laka Lena, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI.
  • Slamet Sudi Santoso, Ketua Umum PDHMI
  • Nyoman Kertia, Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKKMK UGM
  • Raymond Tjandrawinata, Direktur Pengembangan Bisnis dan Saintifik PT. Dexa Medica
  • Iris Rengganis, Ketua PP Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia (PERALMUNI)

OMAI Mendunia

Berikut ini penjelasan Arianti Anaya, Plt. Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI.:

Fitofarmaka adalah obat tradisional yang sudah melewati uji pra klinis maupun uji klinis. Jadi sebenarnya efikesinya sudah ada evidence based-nya. Jadi kalau kita bicara obat itu kan pasti ada evidence based-nya karena mereka sudah melewati proses uji klinis. Ini bersumber dari bahan baku alam atau herbal.

Uji klinis efikasinya untuk apa, tentunya klaimnya harus sesuai dengan hasil uji klinis terhadap bahan herbalnya. Jika dibilang sama dengan produk obat kimia lainnya, dapat dimungkinkan.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa adanya Fitofarmaka, seharusnya Indonesia terus melakukan penelitian sampai kita dapat menemukan obat-obat Fitofarmaka yang mempunyai efikasi yang menyaingi obat-obat kimia. Ini akan luar biasa. Tetapi memang saat ini penelitiannya masih sangat terbatas.

Sehingga inilah yang harus kita dorong supaya semakin banyak Fitofarmaka yang dapat kita gunakan. Tentunya kedepa akan sangat menguntungkan. Contohnya seperti sekarang saat kita dalam keadaan pandemi, keadaaan bahan baku kimia banyak dari luar negeri. Walaupun industrinya ada di Indonesia, apa yang terjadi ketika India itu lockdown.

Walaupun industrinya ada disini tetapi bahan bakunya ada diluar kita tidak dapat produksi. Bayangkan jika kita dapat memanfaatkan herbal yang memang ini kekayaan alam kita. Kita menjadi mandiri terhadap pelayanan kesehatan, kita dapat mengambil dari sumber daya alam yang ada, ini kan sangat luar biasa. Terutama untuk meningkatkan ekonomi kita. 

Sebenarnya terkait dengan pengembangan Fitofarmaka ini sama seperti pengembangan industri-industri lainnya. Maka harus ada peran ABGC. Penta helix itu harus dilakukan. Sehingga tidak mungkin Kementerian Kesehatan sendiri, atau industri itu sendiri atau peneliti sendiri.

Ini kita selalu berkolaborasi, kita bekerjasama melakukan hilirisasi mulai dari, bahkan kalau Kementerian Kesehatan itu, membiayai untuk pengembangan pasca panen untuk bahan-bahan obat tradisional.

Diharapkan nanti dapat dikembangkan lebih luas lagi. Tentunya ini juga kita bekerjasama dengan Menristek/BRIN, Kementerian Kesehatan juga masuk ke dalam tim penilaian dalam evaluasi terkait hasil-hasil penelitian yang dikembangkan.

Kemudian kita melakukan Business Matching dengan industri yang ada di Kementerian Kesehatan, dan industri-industri obat lainnya. Yang memang berminat untuk dapat memfasilitasi peneliti-peneliti.

Jangan hanya ada didalam lemari hasil penelitian-penelitian itu, karena biaya penelitian itu mahal. Terus kemudian tidak dimanfaatkan. Kita juga mendorong, agar peneliti itu melakukan penelitian sesuai kebutuhan, artinya misalnya penyakit yang paling banyak menyedot biaya pengobatan diabetes.

Mestinya ditujukan kesitu. Jadi penelitian itu nantinya berguna. Kalau misalnya penelitian itu hanya mencari angka kredit. Belum tentu penelitian itu dipakai oleh industri.  *) Program Edukasi Obat Modern Asli Indonesia (OMAI).


Kolom Komentar
Berita Terkait

JAMU DIGITAL: MEDIA JAMU, NOMOR SATU

Tentang Kami

@ Copyright 2024. All Right Reserved.  www.jamudigital.com

  Link Media Sosial Jamu Digital: