![]() |
Raymond R. Tjandrawinata, Direktur Eksekutif DLBS PT. Dexa Medica- saat menjadi pembicara Studium General Pengembangan OMAI oleh Fakuktas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto. |
JamuDigital.Com-PIONER MEDIA ONLINE & MARKETPLACE JAMU INDONESIA. Dokter-dokter di Korea Selatan, China dan Taiwan sudah meresepkan obat herbal, sehingga perkembangan obat herbal tumbuh dengan baik di negara-negara tersebut.
Di Korea Selatan sebesar 15,26 %, di China 12,63 %, di Taiwan 9,69 %. Di Indonesia baru sekitar 2-3 %. "Dokter Indonesia yang menulis resep obat herbal untuk pasiennya masih sangat sedikit," ungkap Raymond R. Tjandrawinata, Direktur Eksekutif DLBS PT. Dexa Medica- saat menjadi pembicara pada Studium General Pengembangan Obat Modern Asli Indonesia untuk Ketahanan Bahan Baku Farmasi secara virtual, yang diadakan oleh Fakuktas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto pada 22 Oktober 2020.
Mempresentasikan makalah berjudul "Potensi Pengembangan Obat Modern Asli Indonesia untuk Ketahanan Bahan Baku Obat di Indonesia", Raymond Tjandrawinata menjelaskan bahwa potensi bahan alam Indonesia yang sangat berlimpah harus terus diteliti oleh para ilmuwan Indonesia.
"Banyak riset-riset yang dilakukan oleh peneliti Indonesia, hanya berhenti jadi paper, belum diwujudkan menjadi produk obat herbal yang dapat dikomersialkan. Alam Indonesia itu sangat menjanjikan," tegas Raymond Tjandrawinata yang memperoleh berbagai penghargaan nasional dan internasional, seperti: Habibie Award, WIPO Medal for Inventors yang diserahkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, M. Jusuf Kalla, pada 26 April 2018.
Berita Terkait: Pengembangan OMAI dengan Inovasi Teknologi
Berita Terkait: Bioekonomi Pengembangan OMAI untuk Substitusi Impor
Riset Obat Modern Asli Indonesia (OMAI)
Pada kesempatan ini, Raymond Tjandrawinata mengupas panjang lebar tentang obat herbal yang sudah teruji pra klinis (Obat Herbal Terstandar-OHT), dan uji klinis (Fitofarmaka), yang disebut OMAI. Jadi, lanjut Raymond, OMAI itu sudah ada bukti ilmiah.
OHT: Keamanan dan kemanfaatan dibuktikan secara ilmiah melalui uji pra klinis. Standarisasi bahan baku dan produk jadi, Sertifikat CPOTB, uji pra klinis (Toksisitas dan Farmakodinamika), Mutu Produk.
Fitofarmaka: Keamanan dan kemanfaatan dibuktikan secara ilmiah melalui uji klinis. Standarisasi bahan baku dan produk jadi, Sertifikasi CPOTB atau CPOB, Uji pra Klinis, Uji Klinis, mutu produk.
Lebih lanjut dikupas tentang riset Fitofarmaka yang dimulai dengan penapisan molekuler dari ekstrak ataupun fraksi. Kemudian dilakukan study pra klinis assay biologi di tingkat sel maupun hewan coba.
Dilakukan studi profil toksisitas komprehensif. Dilakukan uji klinis dengan placebo/control aktif secara random menurut CUKB-Cara Uji Klinis yang Baik. "Uji klinisnya harus memenuhi persyaratan CUKB," tegasnya.
Dalam proses pembuatan OMAI, yaitu digunakan bioactive fraction-fraksinasi dengan skrining molekuler. Jika diurutkan, tentang kemurnian obat herbal- dimulai dari: Simplisia (mungkin ada 2.000 senyawa) yang hanya memerlukan proses pengeringan. Kemudian Extract dari hasil ekstraksi, selanjutnya Fraction- merupakan proses Ekstraksi dan Fraksinasi. Lebih tinggi kemurniannya yaitu Bioactive fraction (tinggal sekitar 10 senyawa) dengan kemurunian lebih tinggi. Terakhir Compound dari Fraksinasi, Isolasi dan Sintesis.
Di DLBS, proses pencarian obat baru dilakukan dengan metodologi TCEBS (Tandem Chemistry Expression Bioassay System). TCEBS adalah suatu metode yang dipatenkan untuk mendapatkan kandidat frkasi terbaik yang paling efektif untuk pengobatan, terang Raymond Tjandrawinata.
Dengan keunggukan tersebut, maka produk OMAI Dexa Medica yang diriset di Pusat Riset OMAI DLBS yang berada di Cikarang ini, produk OMAI mendapat apresiasi dari masyarakt, dokter di Indonesia dan di manca negara.
Produk Dexa Group, sudah dipasarkan di empat benua, dan diantara produk yang sudah mengglobal itu adalah OMAI Dexa Group. Redaksi JamuDigital.Com