![]() |
OMAI Fitofarmaka terus didorong penggunaannya di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Nasional oleh Pemerintah. |
JamuDigital.Com- MEDIA JAMU, NOMOR SATU. OMAI Fitofarmaka terus didorong penggunaannya di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Nasional oleh Pemerintah, sebagai bagian dari strategi untuk Kemandirian Obat Nasional.
Pemerintah dan para stakeholders terkait, terus melakukan upaya-upaya agar penggunaan OMAI Fitofarmaka di Rumah Sakit, di Klinik, di Puskesmas dapat ditingkatkan di masa datang.
Sosialisasi program pemanfaatan OMAI Fitofarmaka di seluruh Indonesia, sangat perlu agar semua sistem pelayanan kesehatan nasional memberikan atensi dan dukungan untuk pemanfaatan OMAI Fitofarmaka yang sudah teruji klinis, dan diresepkan dokter di dalam negeri, dan di luar negeri.
1.Afirmasi Bangga Buatan Indonesia, Fitofarmaka di Fasyankes
Pengembangan fitofarmaka menjadi fokus utama pemerintah untuk membangun sistem ketahanan kesehatan dan kemandirian farmasi dalam negeri.
Komitmen pemerintah dalam mendorong penggunaan fitofarmaka tercermin melalui peluncuran Formularium Fitofarmaka dan promosi penggunaan fitofarmaka di fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes).
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Lucia Rizka Andalusia mengatakan pemerintah memiliki semangat untuk meningkatan penggunaan fitofarmaka sebagai obat asli Indonesia agar menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
"Berbagai upaya dilakukan untuk mengembangkan obat herbal, Obat Herbal Terstandar (OHT), dan fitofarmaka ke dalam pelayanan kesehatan. Ini perlu didukung dengan upaya untuk membuat fitofarmaka dapat berada di layanan kesehatan modern," kata Rizka dalam Focus Group Discussion "Peningkatan Penggunaan Fitofarmaka di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Regional Tengah", di Yogyakarta, 12 Agustus 2022.
Adapun fitofarmaka yang dipriotaskan pemerintah adalah yang menggunakan bahan baku asli Indonesia. Hal ini agar memberikan dampak positif untuk petani yang menanam tanaman obat untuk fitofarmaka.
Rizka menjelaskan, pemerintah telah membuat berbagai kebijakan untuk mendorong industri dalam mengembangkan fitofarmaka. "Ini termasuk kebijakan insentif dan kebijakan yang pro terhadap fitofarmaka, melalui gerakan afirmasi Bangga Buatan Indonesia, P3DN dan formularium fitofarmaka," ujarnya seperti dikutip di laman web Dexa Group.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kementerian Kesehatan, Agusdini Banun Saptaningsih menambahkan bahwa Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mendorong agar industri dapat mengembangkan obat berbahan alam menjadi naik kelas menjadi fitofarmaka yang khasiat, mutu dan keamanan yang baik dan sudah terstandarisasi.
"Indonesia kaya sumber alam hayati. Pemerintah menyeleksi fitofarmaka dengan persyaratan bahan bakunya asli Indonesia. Saat ini sudah ada 5 fitofarmaka di 6 terapeutik area, yaitu immunomodulator, tukak lambung, antidiabetes, antihipertensi, pelancar sirkulasi darah, dan peningkat kadar albumin," terangnya.
- Berita Terkait: 10 Tanaman Obat Untuk Cidera Tulang
- Berita Terkait: Minyak Boreh Kekinian NOKILIR, Inovasi Dua Ahli Farmasi Indonesia
- Berita Terkait: 15 Khasiat Buah Naga Bagi Kesehatan Tubuh
Agusdini menambahkan penyediaan fitofarmaka saat ini baru melalui dana alokasi khusus (DAK), dana kapitasi, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)dan lainnya. Pada 2022, anggaran DAK untuk seluruh obat di Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebesar Rp1,4 triliun, sebagian didorong untuk pembelian Fitofarmaka dan OHT.
"Menurut laporan Litbang Kemenkes, presentase penyerapan obat tradisional di rumah sakit masih kecil, yakni 4,6 persen untuk TB paru, 2,7% untuk hipertensi, 2,5% untuk acute myocardial infraction, 2% untuk ISPA, 1,2% untuk stroke. Kami mendorong agar penggunaan obat tradisional lebih ditingkatkan di fasyankes," ucapnya.
Dukungan pemerintah terhadap penggunaan fitofarmaka juga diberikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetika BPOM RI, Reri Indriani menyebutkan, upaya BPOM untuk menggerakkan industri obat bahan alam, yaitu melalui penyusunan regulasi pengembangan fitofarmaka termasuk Formularium Fitofarmaka, pengujian produk fitofarmaka, dan intensifikasi monitoring efek samping fitofarmaka.
"Untuk mendukung pengembangan fitofarmaka dalam negeri, diperlukan upaya intervensi dari hulu ke hilir, mulai dari kemandirian bahan baku obat alam, pemanfaatan Iptek untuk kembangkan herbal menjadi OHT dan fitofarmaka," kata Reri.
2. Peluncuran e-Katalog Sektoral Kesehatan
Untuk memperluas penggunaan fitofarmaka di fasyankes di Indonesia, Kementerian Kesehatan akan meluncurkan e-katalog sektoral bidang kesehatan yang memprioritaskan produk hasil produksi dalam negeri.
Kepala Biro Pengadaan Barang/Jasa Kemenkes, Zulvia Dwi Kurnaini menjelaskan daftar sediaan fitofarmaka yang diusulkan dalam etalase fitofarmaka di e-katalog sektoral Kemenkes akan sesuai Formularium Fitofarmaka yang diluncurkan pada tahun 2022. Fitofarmaka yang diprioritaskan adalah yang memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri di atas 50%.
"Sediaan fitofarmaka yang akan masuk di antaranya kombinasi ekstrak herba seledri dan daun kumis, fraksi dari daun bungur dan kulit kayu manis, kulit kayu manis, ekstrak herba meniran, ekstrak ikan gabus, buah jeruk, rimpang kunyit. Prioritas penggunaan PDN pada proses e-purchasing yaitu produk dalam negeri dengan nilai TKDN di atas 50%," ungkapnya.
3. Pengembangan OMAI Fitofarmaka
Terlepas dari komitmen pemerintah untuk mendorong penggunaan fitofarmaka demi mewujudkan ketahanan dan kemandirian farmasi, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi industri untuk mengembangkan fitofarmaka.
Ketua Umum GP. Jamu, Dwi Ranny Pertiwi Zarman menyebutkan tantangan dalam mengembangakan fitofarmaka adalah terkait biaya untuk penelitian dan pengembangan. Tantangan lain dalam pengembangan fitofarmaka adalah terkait kepastian penyerapan di fasilitas pelayanan kesehatan yang relatif masih kecil.
Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Kab. Sidoarjo, dr. Noer Amalis S mengungkapkan penyerapan untuk obat tradisional baru sebesar 3,76% pada bulan Juli 2022.
"Pada 2021 hingga Juli 2022, pengadaan Stimuno paling banyak dipesan melalui sumber DAK dan APBD sejalan dengan merebaknya COVID-19. Selain itu, ada pengadaan untuk HerbaKOF, Hepagard, Hemorogard dan Dehaf.
Ke depannya perencanaan obat/RKO mengacu pada Formularium Nasional, Formularium Kabupaten, dan Formularium Fitofarmaka yang terbaru, sehingga memudahkan dinkes dalam proses pengadaan termasuk untuk obat tradisional," ujarnya.
4.Dukungan Asosiasi dan Industri Mengembangkan Fitofarmaka
Terkait tantangan penyerapan fitofarmaka, Sekretaris Jenderal Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Lilik Yusuf Indrajaya mengatakan bahwa diperlukan edukasi kepada dokter tenaga kefarmasian untuk memastikan pasien mendapatkan fitofarmaka yang tepat, aman, bermutu, berkhasiat dan terjangkau.
Lilik Yusuf berharap fitofarmaka makin banyak digunakan di fasilitas pelayanan kesehatan dan apotek, serta diresepkan oleh dokter.
Dexa Medica sebagai produsen Obat Modern Asli Indonesia fitofarmaka sejauh ini mendorong penggunaan fitofarmaka di pelayanan kesehatan. Hingga kini penggunaan fitofarmaka di fasyankes di Indonesia terus ditingkatkan agar pemanfaatannya semakin luas.
"Kami menyambut baik rencana peluncuran e-katalog sektoral kesehatan oleh Kementerian Kesehatan agar dapat memudahkan dinas kesehatan di daerah untuk melakukan pembelanjaan kesehatan obat fitofarmaka. Terkait dengan kebutuhan, Dexa siap mendukung dengan beberapa produk fitofarmaka seperti Inaclin dan Stimuno," kata Direktur Utama PT. Dexa Medica, V. Herry Sutanto. (Sumber Berita: https://www.obatnews.com/omai/pr-4464133013/penggunaan-omai-fitofarmaka-di-fasilitas-pelayanan-kesehatan-terus-didorong-target-kemandirian-obat-nasional?page=4 ). Redaksi JamuDigital.Com