Peserta Sosialisasi Layanan Sertifikasi Jaminan Produk Halal, pada 19 Februari 2020 di Semarang. |
JamuDigital.Com-PIONER MEDIA ONLINE & MARKETPLACE JAMU INDONESIA. Produk obat tradisional juga harus memperhatikan aspek kehalalan, untuk itu para pengusaha harus memahami prosedur dan permohonan sertifikasi halal.
Untuk itu, Balai Besar POM Semarang dan Satgas Layanan Sertifikasi Halal Provinsi Jawa Tengah mengadakan ’Sosialisasi Layanan Sertifikasi Jaminan Produk Halal’ pada 19 Februari 2020 di Semarang. Sosialisasi ini menampilkan dua pembicara. Pembicara Pertama: Tim Balai Besar POM Semarang, dengan materi berjudul "Pengawasan Pre & Post Market Label Halal Produk Obat Tradisional".
Pembicara Kedua: Drs. Muh.Arifin, M.Pdi dengan judul "Prosedur Permohonan, Pendaftaran Sertifikat Halal melalui Satgas Layanan Sertifikasi Halal Provinsi Jawa Tengah". Selain dihadiri oleh para anggota GP. Jamu Jateng, tampak hadir Direktur Eksekutif GP. Jamu Jawa Tengah, Stefanus Handoyo Saputro.
Tim Balai Besar POM Semarang menjelaskan tentang definisi obat tradisional sesuai dengan UU 36 Tahun 2009, yaitu: bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Selain itu, juga diuraikan bahwa produk obat tradisional memiliki dua sisi, yaitu: Halal dan Thayyib (baik). Sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh Lembaga yang mempunyai otoritas memberikan fatwa dan sertifikasi halal. Sedangkan Thayyib (baik), mutu dan keamanan produk obat tradisional ditetapkan oleh Badan POM.
Berita Terkait: Audiensi GP. Jamu Jateng Dengan Gubernur Jawa Tengah
Berita Terkait: Analisa GAP Pengembangan Obat Tradisional
Regulasi Label Halal
Regulasi label halal produk obat tradisional diatur dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, Keputusan Kepala BPOM No. HK. 00.05.41.1384, Perka BPOM No. HK. 03.1.23.06.10.5166 Tahun 2020, PP No. 31 Tahun 2019, dan PMA No. 26 Tahun 2019.
Faktor penting dalam pengawasan pre & post market label halal produk obat tradisional meliputi: Bahan Baku, Bahan Tambahan, Bahan Penolong Proses, dan Proses Produksi.
Balai Besar POM Semarang juga menjelaskan era baru proses sertifikasi halal yang terdapat di tiga Lembaga, yaitu: Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dan Lembaga Pemerikas Halal (LPH), proses sertifikasi halal, model sertifikasi halal UMKM, penahapan sesuai PMA No. 26 Tahun 2019.
Pencantuman logo Halal Produk Obat Tradisional dapat dilakukan jika: Mempunyai sertifikat "Halal" dari Lembaga yang berwenang yang masih berlaku, Dapat diajukan pada saat pendaftaran produk baru, atau melalui mekanisme pendaftaran variasi minor untuk produk terdaftar, Bersifat Mandatory dan harus bisa dipertanggung jawabkan, sesuai UU No.33/2014 dimulai dari 17 Oktober 2021.
Tim Balai Besar POM Semarang menyimpulkan presentasinya bahwa, Balai Besar POM di Semarang berperan aktif dalam rangka pengawasan Produk Obat Tradisional, Pengawasan secara pre market dilaksanakan melalui Sertifikasi CPOTB sarana produksi, Pengawasan Post Market selain melalui inspeksi Penerapan CPOTB juga melalui Pengawasan pencantuman Label / Logo Halal pada kemasan OT, Obat Tradisonal Halal dan Thayyib merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan, Obat Tradisonal halal, aman, bermutu dan berkhasiat menjadi tanggung jawab Bersama.
Selanjutnya, Menurut Muh. Arifin menjelaskan bahwa Kementerian Agama mempunyai tugas menyelenggarakan jaminan produk halal sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2019 tentang Pelaksanaan Undang- undang Nomor 33 Tahun 2014 Jaminan Produk Halal. Mengacu kepada UU dan PP tersebut maka pelaksanaan penyelenggaraan jaminan produk halal dilakukan oleh BPJPH. BPJPH berwenang menerbitkan sertifikat halal pada produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia.
Dalam menjalankan wewenangnya, BPJPH bekerja sama dengan kementerian dan/atau lembaga terkait, MUI, dan LPH, sehingga tercapai tujuan penyelenggaraan jaminan produk halal yaitu memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk, serta meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal.
Dalam struktur perekonomian, skala usaha mikro dan kecil merupakan lapisan pelaku usaha paling besar, pun mempunyai daya ungkit besar dalam rantai nilai halal. Sektor usaha mikro dan kecil secara langsung memperkuat industri halal, dan karenanya perlu mendapatkan perhatian dan dukungan dalam sertifikasi halal. Guna mendukung kemudahan akses pelaku usaha dalam memperoleh layanan sertifikasi halal, BPJPH mengembangkan tata kelola layanan sertifikasi halal bagi pelaku usaha, terutama usaha mikro dan kecil.
Sehubungan dengan hal itu, BPJPH mengefektifkan sarana dan prasarana di Kantor Wilayah Kementerian Agama sehingga terlaksana layanan sertifikasi halal di daerah secara efektif dan efisien. Pelaksanaan layanan sertifikasi halal yang efektif dan efisien perlu diikuti dengan perubahan budaya kerja sehingga dibutuhkan standar pelayanan sertifikasi halal. Redaksi JamuDigital.Com.