Komitmen Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Jamu Mengandung Bahan Kimia Obat
Tanggal Posting : Minggu, 6 Agustus 2023 | 10:35
Liputan : Redaksi JamuDigital.Com - Dibaca : 1173 Kali
Komitmen Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Jamu Mengandung Bahan Kimia Obat
Founder JamuDigital, Karyanto menjadi penanggap pada RakorPengawasan-Penindakan Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat (Hulu-Hilir), di Semarang.

JamuDigital.Com- MEDIA JAMU, NOMOR SATU. Penguatan dan pencegahan pemberantasan Jamu mengandung BKO (Bahan Kimia Obat) melibatkan seluruh stakeholders terkait diyakini dapat berjalan efektif dengan penegakan hukum kepada para pelaku.

Badan POM bersama lintas sektor menggelar Rapat Koordinasi Pengawasan-Penindakan Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat (Hulu-Hilir), di Semarang pada Kamis, 3 Agustus 2023.

Dalam sambutannya, Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik, Reri Indriani menjelaskan obat tradisional tidak hanya menjadi komoditas untuk memelihara kesehatan masyarakat, tetapi juga dapat menggerakkan perekonomian melalui perdagangan dalam negeri dan internasional. Namun, peran strategis obat tradisional justru disalahgunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk memproduksi, serta mengedarkan OT BKO.

Hasil pengawasan dan penindakan BPOM pada tiga tahun terakhir (2020-2022) menunjukkan temuan produk OT BKO menduduki peringkat ketiga produk obat tradisional yang tidak memenuhi syarat (TMS), setelah TMS  farmasetik dan TMS mikrobiologi. Tren temuan OT BKO tersebut adalah menggunakan klaim sebagai penambah stamina pria dan mengatasi pegal linu.

"Rata-rata 3,96% dari sarana produksi yang diperiksa tidak memenuhi ketentuan (TMK) karena memproduksi OT BKO dan rata-rata 88,7% dari sarana distribusi yang diperiksa BPOM juga TMK karena terdapat produk OT BKO dan/atau tanpa izin edar (TIE)," ungkap Reri Indriani seperti dikutip di laman web BPOM.

Masih terkait hasil pengawasan dan penindakan BPOM, temuan OT BKO yang telah masuk daftar penjelasan publik (public warning) BPOM sebelumnya dan/atau dibatalkan izin edarnya ternyata masih ditemukan di peredaran. Operasi penindakan yang dilakukan oleh BPOM selama 2020-2022 menemukan total 2,5 juta pieces OT BKO/TIE dengan nilai keekonomian sekitar Rp49,5 miliar.

Bahkan, peredaran OT BKO dari Indonesia juga telah merambah negara lain. Pemerintah Indonesia telah menerima laporan dari otoritas negara Jepang terkait temuan produk asal Indonesia "Jamu Tea Black" yang mengandung BKO deksametason. Temuan ini tentunya dapat mempengaruhi citra produk obat tradisional Indonesia di mata dunia.

Untuk menekan peredaran OT BKO di sisi supply, Reri menjelaskan BPOM telah melakukan upaya asistensi regulatori proaktif kepada pelaku usaha melalui bimbingan teknis, desk corrective action preventive action (CAPA), pembinaan dan pendampingan, serta sosialisasi terkait peraturan terkait.

Selain itu, BPOM bersama Integrated Criminal Justice System (ICJS) melakukan upaya represif berupa penindakan. Sebanyak 132 (73,3%) dari 180 perkara penindakan OT BKO dan/atau TIE yang ditangani oleh BPOM sejak 2020 hingga semester 1 tahun 2023 telah mendapat putusan pidana, sedangkan 48 perkara (26,7%) lainnya masih dalam proses penyidikan. Meskipun demikian, putusan pengadilan ini belum memberikan efek jera karena hukuman pidana penjara maksimal yang pernah diputuskan hanya 1 tahun 6 bulan dan terendah pidana 1 bulan atau denda Rp.3 juta.

"Sementara pada sisi demand, kemampuan literasi dan pemahaman masyarakat untuk mengenali dan menjauhkan diri dari penggunaan OT BKO harus ditingkatkan. Kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) masyarakat untuk membentuk konsumen cerdas dan berdaya melindungi diri dari produk berisiko terhadap kesehatan harus dilakukan terus-menerus," Reri menambahkan.

Saat ini, masyarakat Indonesia masih mempunyai persepsi dan memilih obat tradisional yang dapat memberi efek instan alias "cespleng" ataupun "tokcer" tanpa menyadari risikonya terhadap kesehatan. Dalam sebuah studi awal BPOM dengan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM), diperkirakan beban biaya penyakit (cost of illness) gagal ginjal yang diakibatkan oleh konsumsi OT BKO sebesar Rp562 juta hingga Rp200 miliar rupiah per tahun.

Jika tidak diselesaikan dengan tuntas, permasalahan OT BKO akan menimbulkan efek domino yang berdampak pada kualitas hidup individu dan masa depan bangsa Indonesia. Diperlukan komitmen seluruh pihak untuk bisa menyelesaikan permasalahan ini.

Untuk itu, pada hari ini juga diselenggarakan focus group discussion (FGD) yang bertema "Sinergi dan Kolaborasi Mempercepat Penuntasan Pelanggaran Obat Tradisional mengandung Bahan Kimia Obat yang Berulang". "Dalam FGD ini, diharapkan tidak hanya dapat mengidentifikasi kendala dan tantangan, namun juga menyusun strategi komprehensif dan solusi adaptif sesuai tugas dan fungsi seluruh pihak terkait dalam pengawasan dan penindakan OT BKO," harap Reri.

Rapat koordinasi ini bertujuan memperkuat kolaborasi multihelix seluruh pemangku kepentingan, yaitu pemerintah, penegak hukum, pelaku usaha, pakar/akademisi, masyarakat, dan media dalam pencegahan dan pemberantasan OT BKO agar semakin efektif.

Kegiatan FGD dimoderatori oleh Direktur Intelijen Obat dan Makanan, Rizkal dengan narasumber antara lain Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik yang membahas mengenai hasil pengawasan dan penindakan OT BKO; Jaksa Muda Anggota Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum,  Henly Lakburlawal yang menyampaikan komitmen penuntutan dalam perkara OT BKO; Analis Kebijakan Ahli Madya pada Substansi Perindustrian dan Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri, Nyimas Dwi Koryati dengan materi tentang tantangan pengawasan oleh pemerintah daerah.

Kemudian, ada pula narasumber dari Kepala Unit 5 Subdit III Direktorat Tindak Pidana Narkoba, Dr. (Cand) AKBP Benny Bathara, memaparkan mengenai perkuatan sinergisme penegakan hukum dalam pemberantasan OT BKO; Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal E. Halim, yang menyampaikan peran BPKN dalam perlindungan dan pemberdayaan masyarakat.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Dr. Erwin Astha Triyono, yang membahas peraturan daerah dan peraturan gubernur mengenai perlindungan obat tradisional di Jawa Timur; serta Praktisi Kesehatan dan Penggiat Media Sosial, dr. Decsa Medika Hertanto, menyampaikan optimalisasi peran tenaga kesehatan dalam pencegahan dan edukasi masyarakat tentang dampak bahaya penggunaan OT BKO.

Setelah pemaparan materi, FGD dilanjutkan dengan tanggapan oleh beberapa orang penanggap, yaitu Kriminolog Universitas Indonesia, Prof. Adrianus Meliala; Ahli Farmakologi, UGM, Prof. Dr. Zulles Ikawati; Hakim Madya Muda Mahkamah Agung, Octiawan Basri; Ketua Tim Kerja Seleksi Fitofarmaka dan Pembinaan Industri dan Usaha OT, Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Kementerian Kesehatan, Ninik Haryati; Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu (GP Jamu), Dwi Ranny Pertiwi Zarman; Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Rio Priambodo; Ketua Himpunan Seminat Obat Tradisional Ikatan Apoteker Indonesia, Agus Santosa; dan Media Jamu Digital, Karyanto.

Para penanggap menyoroti perlunya perbaikan KIE kepada masyarakat terkait bahaya OT BKO yang dilakukan oleh BPOM dan pihak terkait lainnya. Edukasi ini khususnya mengenai dampak jangka panjang penggunaan OT BKO, seperti gagal ginjal. Terkait penegakan hukum, perlu pula adanya penguatan pengawasan di sarana produksi, distribusi, dan promosi produk (iklan). Selain itu, perlu adanya penyamaan persepsi bahwa OT BKO merupakan kejahatan kemanusiaan yang bisa mengganggu kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga tuntutan bagi pelaku perlu lebih dipertegas. Redaksi JamuDigital.Com


Kolom Komentar
Berita Terkait

JAMU DIGITAL: MEDIA JAMU, NOMOR SATU

Tentang Kami

@ Copyright 2024. All Right Reserved.  www.jamudigital.com

  Link Media Sosial Jamu Digital: