Arah pengembangan jamu tertuang di Perpres 54 tahun 2023 dalam bentuk roadmap pengembangan jamu. |
JamuDigital.Com- MEDIA JAMU, NOMOR SATU. Bicara tentang jamu, saat ini kita perlu bergembira karena jamu sudah menjadi isu global. Hal ini ditandai dengan masuknya jamu sebagai satu sistem atau budaya pengobatan yang diakui oleh UNESCO setara dengan sistem pengobatan lainnya. Salah satu contoh pengobatan Ayurvedha, traditional chinese medichine dan Unani yang berasal dari India.
Disampaikan Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional (PR BBOOT) Organisasi Riset Kesehatan (ORK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yuli Widiyastuti saat pemaparan tentang "Eksplorasi Sumber Pengetahuan dan Biodiversitas Tanaman Obat Indonesia untuk Pengembangan Jamu di Masa Depan", dalam Webinar Hari Jamu Nasional di Cibinong pada Jumat, 31 Mei 2024.
’’Satu hal yang sangat menarik tentang istilah "jamu" dan menjadi stigma positif, yakni jamu dapat dijadikan rahasia awet muda seseorang, baik wanita maupun pria. Perkembangan yang sangat pesat terkait jamu, mengakibatkan stigma negatif jamu saat ini hampir tidak kita dengar lagi," ucap Yuli.
- Berita Terkait: 7 Key Points Kesimpulan FGD Pengembangan OBA Menjadi Fitofarmaka, Kunci Akselerasinya Masuk di JKN
- Berita Terkait: Agenda Hari Jamu Nasional 2024, Badan POM Adakan FGD Sehatkan Negeri Bersama Jamu
- Berita Terkait: Wawancara Khusus Hari Jamu Nasional 2024 dengan Deputi 2 Badan POM, Mohamad Kashuri
Dikutip dari website BRIN, pemanfaatan jamu mulai dikenal sejak Kerajaan Mataram Kuno (Hindu-Buddha). Pada mulanya jamu lebih banyak dibuat untuk menjaga kesehatan keluarga Kerajaan khususnya di daerah Surakarta-Yogyakarta. Sejarah tertulis terkait istilah jamu dan perkembangannya di masyarakat sangat minim.
"Jamu yang berkembang sampai saat ini sangat kuat dipengaruhi oleh budaya pengobatan dari Cina, India, dan Arab yang tercermin dari sejumlah ramuan dengan bahan-bahan impor yang saat ini masih kita gunakan,’’ sebutnya
Yuli juga menyampaikan bukti tertulis terkait kekayaan tumbuhan dimanfaatkan untuk pengobatan dan pemeliharaan kesehatan pada jaman kolonial.
Beberapa tulisan tersebut antara lain: Historia Naturalist et Medica Indiae , Herbarium Amboinense, Het Javaansche Receptenboek (Buku Resep Pengobatan Jawa), Indische Planten en Haar Geneeskracht (Tumbuhan Asli dan Kekuatan Penyembuhannya), dan De Nuttige Planten van Indonesie (Tumbuhan Berguna Indonesia).
Maka pada tahun 2012, 2015, 2017 Kementerian Kesehatan melalui Badan Litbang Kesehatan melakukan eksplorasi sumber pengetahuan lokal yaitu Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (Ristoja).
Riset tersebut bertujuan untuk membangun data base sebagai sumber data yang bisa diakses pada tataran nasional dan internasional, tentang penggunaan tumbuh-tumbuhan untuk berbagai permasalahan kesehatan di tanah air.
"Hasil Ristoja harus dapat dikembangkan menjadi informasi baru tentang tumbuhan obat dan jamu dari Indonesia, meliputi aspek genetic, fitokimiawi, keamanan, dan khasiat berdasarkan scientific evident," tegas Yuli.
Perpres 54 Tahun 2023: Roadmap Pengembangan Jamu
Dirinya menyatakan bahwa arah pengembangan jamu tertuang di Perpres 54 tahun 2023 dalam bentuk roadmap pengembangan jamu. Latar belakang dari munculnya perpres tersebut mengingat kekayaan biodiversitas Indonesia dan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap produk berbasis alam.
’’Sehingga pengembangan jamu dan pemanfaatan jamu perlu dilaksanakan secara terkoordinasi, bersinergi. Selain itu adanya sinkronisasi dalam kebijakan, program, dan kegiatan K/L, Pemprov, Pemda kabupaten/kota yang sistematis, terarah, terukur, berkelanjutan. Juga terintegrasi dari hulu ke hilir, dengan melibatkan pemangku kepentingan yang sistematis,’’ terang Yuli
Ia pun menyebutkan tujuan dari peraturan presiden ini menjadi pedoman bagi K/L, Pemprov, Pemda kabupaten/kota, dan pemangku kepentingan dalam pengembangan jamu dan pemanfaatan jamu.
Hal ini untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, daya saing, dan mengembangkan kemampuan sumber daya manusia dengan tetap menjaga konservasi sumber daya alam secara berkelanjutan dan lestari.
"Pengembangan dan pemanfaatan jamu menghadapi berbagai kompleksitas permasalahan terkait penyediaan bahan baku terstandar, penguasaan teknologi dari hulu ke hilir yang belum harmonis. Serta regulasi belum komprehensif mengatur sistem agroindustri sampai sektor pelayanan, dan kesiapan industri lokal dan nasional untuk berkompetisi secara global," pungkas Yuli. Redaksi JamuDigital.Com