Potensi Sagu Dikembangkan Sebagai Bahan Baku Pangan Nasional
Tanggal Posting : Selasa, 29 Agustus 2023 | 11:08
Liputan : Redaksi JamuDigital.com - Dibaca : 1113 Kali
Potensi Sagu Dikembangkan Sebagai Bahan Baku Pangan Nasional
PRHP, ORPP BRIN menyelenggarakan rangkaian konferensi HortiEs edisi ke-11 dengan tema Pengelolaan Sagu Spesifik Lokasi Berorientasi Industri

JamuDigital.Com- MEDIA JAMU, NOMOR SATU. Tanaman Sagu merupakan salah satu tanaman penghasil karbohidrat terbanyak dan menjadi makanan pokok di beberapa wilayah Indonesia. Pati sagu terutama dimanfaatkan sebagai bahan baku pangan dan bahan baku industri.

Namun, produktivitas pati sagu masih tergolong rendah karena jenis sagu yang ditanam dalam satu hamparan masih beragam dengan produktivitas pati sagu beragam dari rendah sampai tinggi. Untuk mendapatkan produktivitas yang seragam diperlukan sentuhan budidaya serta pengaturan tata air yang baik.

Dalam rangka pengembangan sagu yang lebih efisien dan berkelanjutan bagi industri sagu, Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan (PRHP), Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) BRIN menyelenggarakan rangkaian konferensi HortiEs edisi ke-11, dengan tema "Pengelolaan Sagu Spesifik Lokasi Berorientasi Industri" pada Rabu, 23 Agustus 2023 .

Puji Lestari, Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN dalam sambutannya mengatakan untuk peningkatan produktivitas tanaman yang lebih efektif beberapa penelitian telah dilakukan termasuk nanotechnology dibidang pemupukan. Pupuk nano merupakan pilihan yang lebih efektif diibandingkan pupuk tradisional dengan keuntungan rendah bahan kimia, penyerapan lebih efektif dan juga ramah lingkungan.

Dilansir melalui laman BRIN, Kepala Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan BRIN, Dwinita Wikan Utami mengatakan sagu sangat potensial disamping sebagai pangan karbohidrat alternatif, aspek penyimpanan yang lebih lama sehingga tidak mudah rusak dan juga sistem penanamannya yang relatif mudah.

"Semakin banyak produk-produk yang berbasis sagu sehingga menjadi potensi untuk pengolahan dan hilirisasi dari produk sagu. Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa pusat keragaman genetik atau potensi center of origin sagu berada di Papua, didukung dengan studi bahwa keragaman genetik di Papua sangat banyak sehingga sumber daya genetik lokal sagu di Papua sangat berpotensi untuk mendukung ketahanan pangan nasional," ungkapnya.

Dengan didukung teknologi budidaya yang sesuai, lanjut Dwinita, baik untuk mengatasi perubahan iklim atau tuntutan lahan setempat yang memerlukan inovasi budidaya, presisi, eco-friendly dan sebagainya, semoga dapat membuahkan produktivitas sagu yang tinggi.

Pengembangan Sagu di Indonesia

Novarianto Hengky, Peneliti Ahli Utama PRHP BRIN menjelaskan dalam paparannya berjudul Sumber Daya Genetik Sagu Mendukung Pengembangan Sagu di Indonesia, menyatakan bahwa luas areal sagu di Indonesia sebesar 5,5 juta ha, atau 85% dari areal sagu dunia, dengan 95% nya atau 5,2 juta ha adalah di Papua, Papua Barat, Papua Selatan dan Papua Tengah.  

Tantangan sagu terdapat pada pemanfaatan yang terbatas, produktivitas tanaman sagu yang menyusut karena alih fungsi lahan, ketersediaan pati sagu terbatas dan belum tersebar merata sehingga harganya mahal dan industri sagu masih fokus hanya memproduksi pati sagu sehingga margin rendah.

"Peningkatan produktivitas sagu dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan varietas unggul dengan produksi pati tinggi, teknologi budidaya terkait seleksi benih, pembibitan dan penanaman bibit unggul, melakukan budidaya sagu dengan pemeliharaan semi-intensif, dan integrasi dengan ternak, ikan dan komoditi lainnya," jelas Novarianto.

Menurutnya, sudah terdapat beberapa hasil riset dan inovasi untuk mendapatkan calon varietas sagu unggul diantaranya adalah plasma nutfah sagu telah diidentifikasi dan dikarakterisasi di berbagai provinsi di Indonesia dengan berbagai keragaman nama lokal, produktivitas sagu baik sagu berduri maupun sagu tidak berduri yang memiliki potensi produksi mulai dari 20 kg/pohon sampai 1 ton/pohon. Sejak tahun 2010 sampai 2022 telah dilepas 4 varietas sagu unggul yaitu varietas sagu Molat (Maluku), Selat panjang Meranti, Bestari (Riau) dan Tana Luwu (Sulawesi Selatan).

"Sebagai strategi dan saran kebijakan pengembangan sagu ke depan mari kita manfaatkan keanekaragaman sagu di Indonesia dengan menyediakan sumber benih sagu bermutu, memperbanyak pelepasan varietas sagu serta mempercepat perbanyakan sagu secara massal melalui teknologi kultur jaringan, mengembangkan infrastruktur lahan sagu di Papua, melakukan model penataan sagu terintegrasi mulai dari hulu sampai hilir, pengembangan Dusun sagu di Maluku dan menjadikan pusat pengolahan sagu di Riau sebagai pusat industri sagu yang berkualitas tinggi," pungkasnya.

Sementara itu Alberth Soplanit, Peneliti Ahli Madya PRHP BRIN, dalam paparannya yang berjudul "Kearifan Lokal Budidaya Sagu di Papua" menjelaskan tentang sagu yang memiliki peranan sosial, ekonomi dan budaya yang cukup penting di Papua karena merupakan bahan makanan pokok bagi masyarakat terutama yang bermukim di daerah pesisir.

Keuntungan mengembangkan tanaman sagu dari segi agronomi adalah dapat tumbuh di areal rawa dan gambut, toleran terhadap pH rendah, dapat dipanen kapan saja dan terus menerus, menghasilkan karbohidrat yang tinggi, dan relatif tidak memerlukan pemeliharaan yang intensif.

"Jenis sagu unggul Papua memiliki kemampuan menghasilkan pati kering antara 300-500 kg/pohon. Bila jarak tanam 9x9 m maka terdapat 123 rumpun/ha, sehingga didapatkan 49 ton pati sagu per hektar dengan asumsi setiap pohon rata-rata menghasilkan pati 400 kg/pohon," jelasnya.

Pemilihan bahan tanam untuk budidaya sagu di Papua umumnya menggunakan anakan (sucker) sebagai bahan tanaman, khusus masyarakat Inanwatan di Sorong dan Sentani di Jayapura telah melakukan kegiatan persemaian anakan dengan cara direndam di pinggir sungai sebelum dipindahkan ke lapangan.

"Ada tiga cara persemaian yang dilakukan di Papua yang pertama adalah menaruh bibit di tepi aliran sungai dengan sebagian bonggol terendam, yang kedua melalui media polybag dan media rakit yang diapung diatas permukaan air. Menurut hasil penelitian ternyata menggunakan media rakit di tempat terbuka menghasilkan persentase hidup bibit sagu sebesar 85,33% dibandingkan yang diberi naungan sebesar 73,07% sedangkan di polybag sebesar 50-60%," ungkapnya.

Aspek sosial budaya tanaman sagu masyarakat Papua tercermin pada filosofi tanaman sagu. Pada upacara-upacara adat suku tertentu mengharuskan ada sagu. Aksesi Sagu Yebha disebut juga sagu ratu biasanya dipanen oleh orang tua keluarga perempuan untuk diberikan kepada keluarga laki-laki sebelum meminang. Aksesi Sagu Rondo menjadi komoditas andalan masyarakat Sentani zaman dahulu yang memiliki keunggulan batang sagu setelah dikuliti langsung dapat dimakan.

Rekomendasi kebijakan yang dapat menjadi usulan adalah sagu perlu dikembangkan menjadi komoditas yang unggul di masa depan, diperlukan kebun-kebun bibit guna menanam aksesi-aksesi sagu yang memiliki produksi tinggi, dibutuhkan kebijakan /regulasi dari pemerintah pusat maupun daerah untuk melindungi aksesi-aksesi sagu dari kepunahan dan diperlukan sinergi dan keseriusan khususnya akademisi, periset, pelaku bisnis dan pemerintah untuk mengimplementasikan suatu program agar potensi sagu yang dimiliki berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Horties Talk kali ini juga mengundang narasumber Jenny Widjaja dari PT. Sagolicious Indonesia Prima dan Andriko Noto Susanto dari Deputi Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Badan Pangan Nasional dengan moderator Rein E. Senewe Peneliti Ahli Muda PRHP BRIN. Redaksi JamuDigital.Com


Kolom Komentar
Berita Terkait

JAMU DIGITAL: MEDIA JAMU, NOMOR SATU

Tentang Kami

@ Copyright 2024. All Right Reserved.  www.jamudigital.com

  Link Media Sosial Jamu Digital: