8 Jenis Jamu Beserta Filosofinya Pada Zaman Majapahit
Tanggal Posting : Kamis, 24 Februari 2022 | 10:06
Liputan : Redaksi JamuDigital.Com - Dibaca : 3559 Kali
8 Jenis Jamu Beserta Filosofinya Pada Zaman Majapahit
Kedelapan jamu tersebut memiliki filosofinya masing-masing, yang juga tak jauh-jauh dari kehidupan manusia.

JamuDigital.Com- MEDIA JAMU, NOMOR SATU. Sektar 30 tahun lalu, jamu biasanya dijual oleh seorang wanita dengan cara digendong atau dikenal dengan jamu gendong. Seiring perkembangan zaman, jamu kemudian dijajakan oleh penjualnya dengan mengayuh sepeda.

Sekitar 15 tahun kemudian, dunia sudah lebih maju. Orang tak lagi sabar menanti pedagang bersepeda untuk menawarinya minuman yang segar. Mereka lebih memilih pergi ke kafe dan memesan secangkir latte dengan rupiah yang pas-pasan, lantas menikmatinya sambil menanti senja.

Menyadari tren tersebut, generasi penjual jamu pun mulai memikirkan cara yang pas untuk mengajak orang-orang menikmati jamunya. Akhirnya berdirilah sebuah kafe kecil di pinggiran kota. Menjadi primadona di antara resto dan kafe berisi jajanan Amerika.

Ilustrasi tersebut menunjukkan bagaimana marketing jamu berubah-ubah setiap generasinya. Dari yang masih digendong, ditaruh di boncengan sepeda, hingga dituang dalam gelas-gelas mewah di kafe instagramable.

Namun sejarah dan filosofi jamu takkan pernah berubah. Semodern apa jamu disajikan, minuman yang diracik sepenuh hati oleh para leluhur ini akan terus menunjukkan kekhasannya sebagai warisan budaya.

Sejarah jamu Jamu telah menunjukkan eksistensinya dalam prasasti Madhawapura yang merupakan peninggalan dari kerajaan adikuasa Majapahit pada abad 13 Masehi. Dalam prasasti ini, disebutkan mengenai "Acaraki", profesi khusus bagi mereka yang mendedikasikan dirinya untuk meracik minuman penuh khasiat bagi para raja.

Pada zaman ini, jamu diracik oleh tangan-tangan handal para acaraki demi memberikan suguhan yang memuaskan untuk raja di tiap upacara kerajaan. Bahkan tak hanya raja, putra-putri keraton ikut menikmati minuman ini dengan harapan agar selalu bugar dan awet muda.

Minuman inilah yang kita kenal sebagai jamu. Ketika masa kejayaan Majapahit berakhir, Raden Fatah mempromosikan jamu sebagai minuman sakral bagi keraton. Tak lama setelah diperkenalkan, seni meracik jamu menjadi suatu ilmu yang dirangkum dalam buku "Kawruh Djampi".

Sejak saat itulah, jamu mulai dikenal oleh masyarakat bawah. Jenis jamu untuk raja-raja Majapahit Ada 8 jenis jamu yang diminum oleh raja-raja Majapahit. Kedelapan jenis tersebut melambangkan delapan arah mata angin dalam Wilwatikta, yang tak lain adalah lambang surya Majapahit.

Bahkan untuk meminumnya pun ada urutan tersendiri. Idealnya, jamu yang pertama kali dinikmati adalah jamu manis-asam, lalu dilanjut dengan jamu pedas-hangat. Usai menikmati jamu pedas-hangat, acara minum jamu akan disambung dengan jamu bercitarasa pedas, pahit, tawar, lalu yang terakhir adalah jamu dengan rasa yang manis.

Konon cara minum yang demikian ini menggambarkan siklus kehidupan manusia, loh!. Selain itu, kedelapan jenis jamu yang menggambarkan surya Majapahit pun tak kalah menarik untuk kita ulik. Kedelapan jamu tersebut memiliki filosofinya masing-masing, yang juga tak jauh-jauh dari kehidupan manusia.

1. Kunyit asam atau kunir asem

Jamu kunir asem dipercaya menggambarkan kehidupan asam manis manusia sejak masih bayi hingga remaja awal. Kenangan bermain bersama teman-teman, tertawa kesana kemari tanpa beban, tentu menjadi suatu rasa yang manis bagi kehidupan.

Saat itu, kita belum menanggung begitu banyak tanggung-jawab. Hidup terasa manis-manis saja karena dikelilingi oleh orang-orang tersayang. Sisi asemnya sih mungkin ketika kita mulai mempelajari banyak hal, membuat kesalahan, dan perselisihan-perselisihan yang muncul karena sifat childish kita masing-masing.

Fase kehidupan dalam jamu kunir asem juga berkorelasi dengan fase kehidupan dalam salah satu tembang Macapat yang berjudul Sinom. Keduanya sama-sama menceritakan warna-warni masa muda yang menyenangkan untuk dikenang.

2. Beras kencur

Beras kencur memiliki rasa manis namun agak pedas. Ketika diminum, beras kencur akan memberikan kehangatan bagi tubuh. Hal ini berbeda dengan kunir asem yang memberikan efek dingin di perut. Beras kencur menggambarkan fase kehidupan remaja.

Di masa-masa ini, kita banyak berpapasan dengan realita kehidupan yang jauh dari ekspektasi kita. Kita menemukan cinta dari lawan jenis, kita merasakan bagaimana indahnya dicintai dan mencintai. Meski kadang tak berakhir indah, kenangan-kenangan tentang percintaan semasa remaja menjadi salah satu momen manis dalam kehidupan.

Kita juga mulai dikejutkan oleh dunia yang ternyata tak selalu berjalan sesuai dengan kemauan kita. Hal ini menyebabkan kehidupan kita terasa agak "pedas". Namun segala kegagalan dan hal-hal yang tak berjalan sesuai ekspektasi sangat berharga untuk menjadi pelajaran dan guru bagi kita di masa depan.

Barangkali inilah yang menjadi gambaran dari efek hangat yang ditimbulkan usai meminum beras kencur.

3. Cabe puyang

Sesuai namanya, jamu ini dibuat dari cabai Jawa dan puyang atau lempuyang. Bahan-bahan yang menjadi campuran jamu ini diantaranya adalah jahe, temulawak, asam Jawa, merica, dan sebagainya. Jamu cabe puyang memiliki rasa pedas dan manis yang bercampur menjadi satu, menimbulkan sensasi yang unik ketika kita meminumnya.

Filosofi jamu ini tak jauh berbeda dari jamu beras kencur, hanya saja lebih "pedas" karena kita telah lebih dewasa dibanding saat berada dalam fase beras kencur. Pedas manis kehidupan akan terus menjadi momen-momen berharga ketika kita berada pada fase remaja hingga dewasa awal.

4. Pahitan

Jamu ini menggambarkan mengenai realita hidup ketika dewasa. Banyak tantangan dan permasalahan yang muncul. Tanggung jawab yang dipikul pun semakin berat. Tak jarang, urusan pekerjaan membuat kita stress dan tertekan.

Belum lagi tuntutan kehidupan sosial yang memaksa kita harus terus selaras dengan orang lain. Fase dewasa menuntut kita untuk memilah dan memilih dalam bersikap. Semakin banyak hal yang tak sesuai dengan harapan. Kita mulai kehilangan banyak hal, dan harus melepaskan banyak hal pula.

 Inilah sisi pahit dari menjadi dewasa. Suatu rasa yang mau tak mau harus kita kecap. Karena bagaimanapun, realita pahit adalah bagian dari hidup.

5. Kunci kuruh

Jamu ini memiliki rasa pahit, dan menggambarkan fase hidup pasca mengalami berbagai cobaan dan kepahitan. Kunci suruh memiliki filosofi tentang kehidupan yang lebih baik usai menghadapai berbagai penderitaan.

Hal ini selaras dengan komposisi kunci suruh sendiri, yakni bumbu penyedap berupa rimpang kunci dan daun sirih dengan sedikit daging buah asam. Jamu ini mengajarkan pada kita bahwa dalam menghadapi fase-fase berat dalam hidup, kita tak boleh menyerah, karena kehidupan yang lebih baik senantiasa menanti.

Bagaikan cahaya di ujung terowongan yang gelap dan panjang. Jadi, harus selalu kuat dan optimis, ya.

6. Kudu laos

Jamu kudu laos memiliki khasiat sebagai penghangat. Laos atau lengkuas merupakan salah satu rempah yang memberikan rasa hangat bagi tubuh.

Jamu ini memiliki filosofi agar kita selalu memberikan kehangatan pada orang lain dengan cara memberikan perlindungan dan rasa aman bagi sesama.

Filosofi ini sangat relate dengan kehidupan kita ketika dewasa. Kita yang dulu dilindungi dan disayangi oleh orang-orang dewasa, kini memiliki tugas yang sama, yakni melindungi dan menyayangi mereka yang lebih muda.

7. Uyup-uyup atau gepyokan

Jamu ini terbuat dari daun pepaya yang ditumbuk dan diambil sarinya dan diminum bersama dengan empon-empon (jahe, kunyit, lengkuas, temulawak, dan sebagainya). Jamu ini berkhasiat untuk memperlancar ASI, dan mengurangi bau badan.

Sifatnya yang netral membuat jamu ini dimaknai sebagai sifat pasrah dan tulus manusia. Semakin dewasa, manusia harus semakin berpasrah dengan tulus pada Tuhannya. Di samping itu, harus semakin rajin dalam beribadah, sebagai wujud pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa.

8. Sinom

Sinom memiliki makna lain, yakni "sirep tanpa nampa" yang berarti diam tanpa meminta apa-apa. Ungkapan ini lantas dimaknai sebagai fase ketika manusia kembali kepada penciptanya. Jamu sinom memiliki rasa yang manis, menggambarkan fitrah manusia sebagai makhluk yang dilahirkan dalam keadaan suci dan harus kembali pada Tuhannya dalam keadaan suci pula.

Filosofi-filosofi tersebut bersatu padu, memberikan gambaran penuh tentang kehidupan manusia sejak pertama kali menghirup napas di dunia, hingga terakhir kali menghembuskan napas untuk meninggalkan dunia.

Betapa luar biasanya leluhur kita yang telah memberikan makna begitu dalam bagi tiap-tiap budaya yang diwariskan. Biarpun jamu identik dengan minuman orang-orang tua, semoga dengan adanya filosofi-filosofi yang amat menyentuh hati ini, generasi muda mulai tertarik untuk mencicipi. Karena sejatinya, minum jamu tak hanya soal filosofi, namun juga khasiat yang mampu menjaga kesehatan dan kebugaran diri.(Sumber Berita: https://www.kompas.com/wiken/read/2022/02/22/205932781/8-jenis-jamu-yang-diminum-raja-raja-majapahit-beserta-filosofinya?page=all#page2 ). Redaksi JamuDigital.Com


Kolom Komentar
Berita Terkait

JAMU DIGITAL: MEDIA JAMU, NOMOR SATU

Tentang Kami

@ Copyright 2024. All Right Reserved.  www.jamudigital.com

  Link Media Sosial Jamu Digital: