![]() |
| dr. Fenny Yunita, M.Si., Ph.D (duduk sebelah kanan) ketika diutus Kemkes RI. menjadi expert untuk mengajar traditional medicine di Varna Medical University, Bulgaria, 2018. |
JamuDigital.Com- PIONER MEDIA ONLINE & MARKETPLACE JAMU INDONESIA. Komisi Kesehatan Nasional RRC, Adminitrasi Pengobatan Tradisional Nasional RRC menerbitkan buku "Guidance of Corona Virus Disease 2109: Prevention, Control, Diagnosis and Management." Buku tersebut berisi panduan lengkap tentang diagnosis, penanganan dan pencegahan COVID19.
Buku diatas oleh Komisi IX DPR RI. telah diserahkan kepada Menkes RI. Adalah Wakil Ketua Komisi IX DPR RI., Melki Laka Lena yang pada Sabtu, 14 Maret 2020, di RSUP Persahabatan- Jakarta menyerahkan Buku Panduan Penanganan Virus Corona dari Pemerintah China kepada Menkes RI., Terawan Agus Putranto. Melki Laka Lena juga mengungkapkan untuk mendorong agar OMAI (Obat Modern Asli Indonesia) dikembangkan lebih cepat.
Berita Terkait: DPR Serahkan Panduan Corona Model RRC dan Kembangkan OMAI
Untuk itu, Redaksi JamuDigital.Com menghubungi dr. Fenny Yunita, M.Si., Ph.D. untuk menganalisa secara khusus tentang herbal yang digunakan untuk menangani pasien COVID19.
dr. Fenny Yunita, M.Si., Ph.D adalah alumni dari: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Magister Herbal Medik, Fakultas MIPA Universitas Indonesia, dan Ph.D. Hunan University of Chinese Medicine, China. Memperdalam Akupunktur Medik dan Traditional Chinese Medicine. Disertasinya berjudul: "The evaluation of ginsenoside and curcumin inhibitory effect on PD-1/PD-L1 pathway in nude mice model and its immune mechanism." Aktivitasnya saat ini adalah: Praktek dokter umum, Praktek akupunktur dan herbal, Konsultan herbal. Bergabung antara lain, sebagai Pengurus Pusat PDHMI (Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia).
Berikut analisa dr. Fenny Yunita, M.Si., Ph.D.:
Ramuan TCM itu sudah lazim digunakan untuk meningkatkan zheng qi (daya tahan tubuh), mengusir panas menawar racun (qingre jie du), mengusir lembab, serta memelihara paru. Dan ada juga yang untuk panas lembab di pencernaan. Ini sesuai dengan analisa TCM terhadap COVID19.
Apakah dapat diganti dengan herbal sejenis di Indonesia? Tentunya perlu analisa terlebih dahulu. Karena herbal Indonesia belum digolongkan secara detil seperti di China yang telah dikatagorikan sesuai dengan khasiat kegunaan berdasar meridian, rasa, panas/dingin, arah gerak, dan lain-lain.
Di China, TCM berperan sebagai komplementer. Bukan terapi standar pada COVID19. Maka di Indonesia, jangan sampai masyarakat salah kaprah. Herbal memang dapat membantu sebagai preventif, misalnya meningkatkan daya tahan tubuh. Namun akan berbahaya apabila orang merasa setelah minum herbal lalu dirinya menjadi kebal terhadap COVID19, lantas mengabaikan anjuran menghindari kerumunan (avoiding crowd) dan melakukan social distancing, sehingga kita gagal meratakan kurva (flattening the curve) pandemi COVID19.
Formula obat herba yang dipakai di China itu sudah ada di literatur mereka yang sudah ribuan tahun, bukan rekaan baru. Tentunya sudah teruji baik empiris, bahkan ada juga yang sudah di uji klinis. Kita juga perlu menyadari bahwa di sana telah menerapkan integrasi pengobatan barat dan Chinese, sehingga penerapan dan pengembangannya lebih baik. Maka di Indonesia diperlukan kerjasama juga, apabila ingin herbal Indonesia/Jamu ingin eksis. Kerjasama dunia akademik, bisnis, pemerintah, dan masyarakat untuk sama-sama meneliti dan menemukan formula yang tepat untuk kondisi-kondisi tertentu.
Karena lazimnya, di China-pun bukanlah herbal tunggal yang digunakan melainkan ramuan yang bukan dicampur semaunya, tetapi ada kaidah yang harus diikuti. Ada penelitian yang juga dilakukan untuk melengkapi data empiris, baik berupa uji pra klinis dan uji klinis.
Satu kerinduan saya, janganlah pemerintah dan masyarakat bersikap hanya reaktif pada herbal. Hanya mengikuti trend menyerbu empon-empon dan sebagainya. Di China, TCM menjadi lifestyle yang mereka hidupi, bukan hanya reaktif, tetapi semua masyarakat, semua kalangan, tua-muda, mengkonsumsinya sebagai kebiasaan. Bukan gara-gara COVID19 baru mencari TCM.
Traditional medicine lebih tepat sasaran sebagai upaya preventif, promotif, bahkan paliatif atau rehabilitatif walau ada juga yang mengklaim dapat berperan kuratif, namun selama ada pengobatan standar yang diakui, maka jangan lari dari sana, tempatkan traditional medicine sebagai komplementer atau integratif.
Alangkah indahnya apabila dapat berintegrasi bagaikan berbagai alat musik yang berpadu menjadi harmoni indah dalam sebuah musik orkestra. Maka perlu pengaba (conductor) yang handal untuk menghasilkan harmoni nada yang indah dari orkestra integrative medicine ini. Redaksi JamuDigital.Com.








