![]() |
Mayor Jenderal TNI (Purn.), dr. Daniel Tjen, Sp.N. diharapkan dapat memimpin Dewan Jamu Indonesia menjadikan Jamu Indonesia sebagai keunggulan daya saing bangsa. |
JamuDigital.Com- MEDIA JAMU, NOMOR SATU. Dewan Jamu Indonesia (DJI) resmi berdiri pada Selasa, 5 Juli 2022, pukul 11.45 WIB. Didirikan oleh para tokoh Jamu Nasional Indonesia saat sarasehan Pembentukan Dewan Jamu Indonesia secara daring.
Dewan Jamu Indonesia memiliki tujuan antara lain: mengemban fungsi koordinasi hexa helix (ABGCMI), dengan mengajak semua stakeholders Jamu untuk bersama-sama merumuskan langkah-langkah strategis yang futuristik.
Sebagai Ketua Umum Dewan Jamu Indonesia yang Pertama adalah Mayor Jenderal TNI (Purn.), dr. Daniel Tjen, Sp.N.
Pria kelahiran Sungai Liat, Sumatera Selatan, pada 24 Juni 1957 ini, berkarir selama 30 tahun di kesatuan Kesehatan TNI. Menjelang pensiun, dr. Daniel menjabat sebagai Kepala Pusat Kesehatan TNI (2013-2015).
Sepak terjang dr. Daniel selama berkarir di kesatuan Kesehatan TNI, diharapkan banyak pihak dapat memimpin Dewan Jamu Indonesia- agar potensi Jamu Indonesia ini dapat menjadi keunggulan daya saing bangsa.
Jamu berkembang tidak saja aspek ekonominya, tetapi juga aspek Kesehatan, sosial budaya, teknologinya, dan menjadi komoditas ekspor yang bernilai tambah.
Berita Terkait: Sah Berdiri..! Dewan Jamu Indonesia. Spirit Menduniakan Jamu Makin Melaju
Berikut ini wawancara khusus Redaksi JamuDigital dan ObatNews dengan Ketua Umum DJI, Mayor Jenderal TNI (Purn.), dr. Daniel Tjen, Sp.N. pada 11 Juli 2022:
1.Apa harapan Ketum Dewan Jamu Indonesia (DJI) untuk Jamu Indonesia?
Jamu Indonesia menjadi Produk Kesehatan Unggulan serta Utama di Indonesia sebagai Warisan Budaya Leluhur yang menggunakan Filosofi Djampi-Oesodo dalam Peran Bangsa Indonesia, baik di dalam negeri maupun dunia internasional.
Langkah langkah yang ditempuh sebagai berkut:
Koordinasi hexa-helix (Academy, Business, Community, Government, Media, and Innovator), harmonisasi dari organisasi dan stakeholders, akselerasi dan rekomendasi pengembangan Jamu Saintifikasi dari hulu ke hilir, dan, tata niaga kemanfaatan untuk meningkatkan TKDN serta, edukasi-promosi secara nasional dan internasional.
2. Apa hal mendesak yang menjadi prioritas dalam waktu dekat ini?
- Sinergitas bagi seluruh stakeholders untuk hilirisasi produk saintifikasi Jamu menjadi produk farmasetis untuk digunakan dalam Fasilitas Pelayanan Kesehatan Indonesia.
- Regulasi tataniaga dengan kehadiran pemerintah baik dalam kegiatan produksi mulai penyediaan bahan baku, pengolahan paska panen, budidaya teknologi tinggi, produk Jamu, serta dalam kegiatan eksport ke manca negara.
3.Potensi Jamu untuk meningkatkan Kesehatan masyarakat?
Potensi Jamu untuk mendukung peningkatan Kesehatan masyarakat dan kemandirian Kesehatan di Indonesia:
- Ketersediaan Obat Bahan Alam di Indonesia dengan biodiversitas yang tinggi yaitu 30.000 spesies dari 40.000 spesies tanaman obat di dunia, dan ditunjang demand market yang semakin meningkat.
- Tercacat kenaikan nilai eksport 10.96% dari tahun 2021 dibanding tahun 2019 yaitu sebesar 41,5 juta USD. Di mana pertumbuhan rata-rata Tahun 2017-2022 sebesar 9,8% per-tahun, nilai ekonomis: Tahun 2017: 10,6 T, 2020: 12 T, 2022: 13,3 T (Sumber Data BPS).
- Pemerintah pun telah serius dengan peluncuran Formularium Fitofarmaka pada 31 Mei 2022 yang lalu, yang menjadi acuan dalam pemanfaatan Obat Bahan Alami Indonesia dalam JKN.
4. Hilirisasi dan Kemandirian Kesehatan Nasional
Ke depan hilirisasi Jamu saintifikasi menjadi produk farmasetis berpotensi untuk meningkatkan pemanfaatan potensi jamu dalam mendukung Kesehatan masyarakat sehingga menuju kemandirian Kesehatan di Indonesia.
Presiden Jokowi telah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi Tahun 2016 yang mengamanatkan percepatan kemandirian industri farmasi dan alat kesehatan.
Kebijakan tersebut dikeluarkan mengingat betapa besar ketergantungan impor bahan baku obat dan alat kesehatan yang mencapai angka diatas 90%. Belum lagi kalau dihitung betapa besar devisa yang melayang ke luar negeri.
Pada saat puncak gelombang pertama pandemi COVID-19 kita semuanya terhentak tidak berdaya, kekurangan obat, oksigen, tempat tidur, ventilator, APD, dan lain-lain, yang sangat dahsyat.
Dan ternyata, hampir seluruh negara mengalami kesulitan yang sama. Negara yang tadinya dianggap mandiri dalam ketersediaan bahan baku obat seperti India, Amerika, Eropa Barat, ternyata mengalami kendala serupa.
Sangat tergantung pada ketersediaan bahan baku obat dari propinsi Hubei. Tidak ada satupun negara yang siap menghadapi pandemi termasuk Amerika dan Inggeris yang berdasarkan Global Health Security Index 2019 menempati urutan nomor 1 dan 2 terbaik.
Wake up call berupa Paket Kebijakan Ekonomi XI merupakan antisipasi Presiden Jokowi yang sangat tepat karena pada saat kita menjadi tuan rumah 41st World Congress on Military Medicine tahun 2015 di Bali, kita yang mengingatkan pada dunia tentang kemungkinan timbulnya pandemi.
Berbicara tentang kemandirian industri farmasi yang berbasis 4 pilar bahan baku obat: kimia, bioteknologi, vaksin, dan alami. Kita tidak mungkin bersaing, apalagi mandiri di bahan baku obat kimia.
Masih ada ruang untuk bersaing di pilar bioteknologi dan vaksin, tetapi sulit mandiri karena tidak ada kepastian kesinambungan ketersediaan bahan baku obat berbasis biotek dan vaksin.
Indonesia sangat kaya dengan biodiversity sehingga dapat dipastikan terjaminnya kesinambungan ketersediaan bahan baku obat alami.
Disamping itu, kesehatan tradisional, termasuk didalamnya obat herbal, sebagai kearifan budaya yang sudah teruji secara empirik ribuan tahun lamanya, telah digunakan dalam kehidupan sehari hari, baik untuk meningkatkan kesehatan, pencegahan dan pengobatan penyakit, juga untuk estetika.
Hendaknya semua pihak melaksanakan perintah Presiden menuju kemandirian pilar bahan baku obat alami. Bahan baku obat alami merupakan low hanging fruit dan potensial mendatangkan devisa. Redaksi JamuDigital.Com