Dexa Group konsisten menerapkan profiling untuk menemukan bahan terbaik sehingga menghasilkan produk berkhasiat tinggi dan berkualitas. (Dok. Dexa Group) |
JamuDigital.Com- MEDIA JAMU, NOMOR SATU. Kemandirian di Bidang Obat, dapat dimulai dengan memproduksi bahan baku obat dari bahan alam, karena Indonesia sangat kaya dengan biodiversitas, kemudian dilakukan hilirisasi menjadi produk obat herbal yang memiliki bukti ilmiah untuk memastikan khasiatnya.
Sejumlah perusahaan farmasi Indonesia telah melakukan riset penemuan bahan baku obat dari bahan alam asli Indonesia.
Salah satunya adalah Dexa Group. Perusahaan farmasi nasional ini, berkomitmen memenuhi kualitas bahan baku bahan alam Indonesia sebagai kandungan Obat Modern Asli Indonesia yang dimulai dari proses budidaya, panen, pasca panen hingga proses manufaktur sesuai standar Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
Hal ini penting dilakukan untuk menjaga konsistensi ekosistem pengembangan bahan baku bahan alam dan penggunaan fitofarmaka berbahan alam asli Indonesia dalam mewujudkan ketahanan sistem kesehatan dan kemandirian farmasi nasional.
DSC Plant Manager PT. Dexa Medica, Edward Widjojokusumo mengatakan bahwa untuk memastikan kualitas dan kesinambungan bahan alam fitofarmaka di Indonesia, Dexa Group melakukan berbagai upaya di antaranya mencari bahan alam dari berbagai sumber yang sebaran geografisnya berbeda, serta mengedukasi para pemasok dan petani melalui audit dan pelatihan.
"Sebagai contoh di Karanganyar dan Temanggung yang dekat Gunung Merapi, Dexa Medica menerapkan manajemen risiko dengan mencari multiple sources. Contoh lainnya, ketika orang lain mencari ikan gabus di Palembang, Dexa Medica mendapatkan ikan gabus di Sulawesi Selatan.
Dexa Medica mendapatkan ikan gabus untuk mengolah bahan baku agar terjaga dengan baik. Kita jadi bisa mendukung program pemerintah untuk mencegah stunting," kata Edward dalam acara Business Matching P4TO-PED dengan Industri dan Usaha Bidang Obat Tradisional dan Kosmetika di Bali, pada 24 Agustus 2022.
Selain itu, Dexa Group konsisten menerapkan profiling untuk menemukan bahan terbaik untuk menghasilkan produk yang berkhasiat tinggi dan berkualitas. "Journey Dexa Medica dalam menentukan bahan baku fitofarmaka dimulai dari profiling kimia.
Sebagai contoh, untuk legundi asal Karanganyar ketika diprofiling ada marker atau senyawa kunci yang tidak ada. Proses ini penting untuk mengetahui supplier mana yang memenuhi syarat," Edward menambahkan seperti dikutip di laman web Dexa Group.
Upaya lain yang dilakukan Dexa Group adalah menjaga konsistensi ekosistem pengembangan bahan baku bahan alam itu sendiri. Menurut Edward, kualitas fitofarmaka dibangun mulai dari bahan alam yang berkualitas.
Dexa Group juga terbuka untuk kerja sama dalam pengadaan bahan alam untuk fitofarmaka bersama pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
- Berita Terkait: Diabetadex Obat Modern Asli Indonesia untuk Diabetes, Diresepkan Para Dokter
- Berita Terkait: Penggunaan OMAI Fitofarmaka di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Terus Didorong
- Berita Terkait: Pemerintah Dorong Produksi Bahan Baku Obat Bahan Alam untuk Kemandirian Nasional
"Ketika main bahan baku alam kuncinya adalah konsisten. Dexa Medica bersyukur Kementerian Kesehatan mendukung terutama dengan Formularium Fitofarmaka. Hal ini agar industri bisa berkelanjutan dan terus-menerus. Jadi dari sisi industri mendapat kualitas baik, dari sisi petani mendapatkan pendapatan yang konsisten. Jadi win-win solution," pungkasnya.
Kementerian Kesehatan Prioritaskan Pengembangan Fitofarmaka dan Kemandirian Bahan Baku Alam Indonesia
Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Kemenkes RI, Ibu Agusdini Banun Saptaningsih mengatakan bahwa pengembangan fitofarmaka menjadi fokus utama pemerintah saat ini.
Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan memfasilitasi Peralatan Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) dan Peralatan Pusat Ekstrak Daerah (PED) guna mendorong penyediaan bahan baku alam terstandar.
"Pemerintah berperan aktif untuk mendorong obat bahan alam agar dapat berdaya saing di tingkat domestik dan global. Masing-masing negara sedang membangun ketahanan kesehatan, dan P4TO dan PED berperan penting dalam hal ini. Untuk itu, Kemenkes memfasilitasi P4TO dan PED untuk mendukung pertumbuhan bahan baku natural," kata Agusdini pada kesempatan yang sama.
Agusdini melanjutkan bahwa Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang berpotensi untuk dimanfaatkan untuk pengembangan obat bahan alam dan fitofarmaka. Fitofarmaka merupakan produk natural yang didorong untuk dikembangkan dan ditingkatkan penggunaannya.
"Peningkatan penggunaan produk dalam negeri ini sedang menjadi prioritas pemerintah, sehingga program Bussines Matching antara daerah penerima P4TO dan PED dan pelaku usaha menjadi prioritas dalam menjamin ketersediaan bahan baku natural yang terstandar untuk mendukung kemandirian bahan baku natural terutama bahan baku fitofarmaka," ujar Agusdini.
Staf Khusus Menteri Kesehatan bidang Ketahanan Industri Obat dan Alat Kesehatan, Prof. dr. Laksono Trisnantoro menyampaikan bahwa pengembangan P4TO dan PED perlu memperhatikan aspek industri. Industri farmasi dan alat kesehatan termasuk dalam kategori industri yang diakselerasi pemerintah karena memberi nilai tambah ekonomi yang tinggi dan berdaya saing.
"Pengembangan bahan baku alam dan fitofarmaka juga turut berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan petani tanaman obat dan industri kecil dan menengah. Selain itu, Dasar hukum P4TO dan PED adalah Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang bisa didapatkan dari APBD dan jasa layanan. Fungsinya untuk mendorong perekonomian daerah," jelasnya.
Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dr Ni Wayan Murdani mengungkapkan kendala dalam penyediaan fitofarmaka di dinas kesehatan kabupaten/kota adalah terkait kecepatan penyampaian informasi yang agak terlambat, keberanian puskesmas untuk perencaan, serta obat fitofarmaka di e-katalog tidak ditayangkan secara khusus sehingga mempersulit pencarian item.
"Belum semua puskesmas berani membuat perencanaan fitofarmaka karena menunggu kepastian apakah pengadaannya bisa berkelanjutan. Sebagai contoh Dari 9 puskesmas di Klungkung, 55,56% mengusulkan pengadaan fitofarmaka. Sumber anggaraan pengadaan fitofarmaka dari Dana Alokasi Khusus melalui e-purchasing," ungkap Ibu Ni Wayan Murdani.
Partisipasi Dexa Group di The 2nd Technofarmalkes.
Acara The 2nd Technofarmalkes dengan tema ’Progressing Step to Achieve National Resilience in Pharma and Medical Device’ dilaksanakan pada tanggal 23 - 24 Agustus 2022 di Bali.
Wakil Menteri Kesehatan dr. Dante Saksono Harbuwono mengatakan rangkaian acara Technofarmalkes ini adalah salah satu bentuk upaya implementasi transformasi kesehatan, khususnya pada transformasi sistem ketahanan kesehatan dan transformasi teknologi kesehatan.
"Acara ini bertujuan untuk meningkatkan inovasi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan dalam negeri melalui berbagai upaya seperti inovasi produk, penggunaan teknologi kesehatan, atau penyusunan kebijakan," kata Wamenkes dr. Dante saat memberikan sambutan pembukaan pameran 2nd Technofarmalkes secara daring, Rabu (24/8/2022).
Kegiatan Technofarmalkes tahun ini berfokus pada hilirisasi sediaan farmasi dan alat kesehatan (alkes), ekosistem penelitian, serta sosialisasi kebijakan. Diharapkan acara ini dapat menghasilkan berbagai kerja sama dalam penelitian dan pengembangan sediaan farmasi dan alkes.
Dexa Group turut berpartisipasi dalam ajang yang berlangsung selama dua hari tersebut. Dexa Group membuka booth pameran di acara tersebut dalam kategori Fitofarmaka yang diwakili oleh PT. Dexa Medica melalui produk Obat Modern Asli Indonesia (OMAI), dan kategori bahan baku obat yang diwakili oleh PT. Ferron Par Pharmaceutical dengan produk Omeprazole dan Esomeprazole. (Sumber Berita: https://www.obatnews.com/omai/pr-4464291341/konsisten-mendukung-kemandirian-obat-dexa-group-produksi-bahan-baku-obat-dari-bahan-alam?page=4 ). Redaksi JamuDigital.Com